5 Dampak Fatal Unfinished Business Ketika Menikah

Menikah menjadi awal bagi setiap pasangan untuk saling melengkapi dan membangun generasi. Masing-masing tentunya memiliki ketakutan, keterbatasan, rasa sakit dan bahagia yang mengiringi hingga kini. Setiap orang juga punya kendali atas dirinya dalam menanggapi segala aspek kehidupan.

Tingkat kualitas hidup seseorang ditentukan dari responnya terhadap segala persoalan maupun tantangan hidup. Respon tersebut dilihat dari bagaimana memaafkan kejadian menyakitkan di masa lalu, berdamai dengan kekurangan, serta mampu membuat dirinya bahagia. Jika hal ini sudah dilakukan, tandanya dia telah menyelesaikan unfinished business-nya yang diartikan sebagai urusan yang belum selesai di masa lalu.

Sebaliknya, orang yang masih dihantui unfinished business, mereka belum selesai dengan dirinya. Hal ini dilihat dari sikapnya yang belum berdamai dengan rasa sakit dan masih membekas. Dampaknya dapat mempengaruhi pola pikir, emosi dan perilakunya dalam merespon segala hal. Namun sayangnya mereka tidak menyadarinya dan berani mengambil keputusan untuk menikah.

Padahal dirinya akan mengemban amanah lebih besar dengan menjalankan peran bagi diri sendiri, pasangan dan anaknya kelak. Sedangkan dirinya belum siap secara mental, emosional dan pemikiran dewasa. Tentu saja semua ini akan menjadikannya terseok-seok dalam menjalani kehidupan.

Oleh karena itu, inilah 5 kemungkinan fatal yang terjadi ketika menikah namun kamu belum menyelesaikan unfinished business, yang seharusnya diselesaikan dahulu dengan kesadaran penuh dari diri sendiri maupun dengan bantuan profesional seperti psikolog.

1. Emosi yang tidak terkontrol membuat kondisi keluarga tidak terkendali

Kemampuanmu mengendalikan emosi masih belum stabil dikarenakan pengaruh masalah di masa lalu. Bayangkan yang terjadi jika setelah menikah kamu menanggapi segala gerak gerik pasangan maupun anak dengan emosi yang tidak terkendali, seperti mudah tersulut amarah dan berpikiran negatif. Padahal pasangan juga sedang ingin istirahat namun kamu usik, maka akan timbul pertengkaran.

Tingkah laku anak yang sesuai usianya juga tidak dipahami oleh dirimu sehingga perilaku anak dinilai selalu salah. Kondisi keluarga yang demikian tentunya menimbulkan suasana rumah yang tegang dan jauh dari kenyamanan.

2. Sibuk mengurus diri sendiri

Kurangnya kemampuan mengenali diri akan membuatmu sibuk penuhi ego yang tidak pernah puas dalam melihat keadaan yang jauh dari ekspektasi. Alhasil kamu mudah memberikan kritikan tajam dibanding menerima kenyataan dan memberi toleransi.

Peran yang dijalankan menjadi tidak efektif karena kurangnya kedewasaan dalam mengendalikan ego sesuai porsi dan tempat yang tepat. Padahal jika peran yang dijalankan dengan baik dalam rumah tangga jika kamu telah menyelesaikan unfinished business akan menciptakan keharmonisan, yakni dapat dilihat dari perilaku yang saling peduli dan mengenal baik anggota keluarga.

3. Keseharianmu akan didominasi adu menang bukan mencipta kesepakatan

Ketika unfinished business belum terselesaikan, kamu akan sulit untuk memahami orang lain karena kamu tidak dapat memahami diri sendiri seutuhnya. Perilaku yang mencerminkan yakni tidak dapat melihat permasalahan atau pendapat orang lain dari sudut pandang yang berbeda, dalam hal ini pasangan dan anak.

Kamu akan selalu merasa pendapatnya benar dan semua harus mengikuti, alih-alih sebagai cara terbaik untuk keluarganya. Adu menang lebih sering terjadi dibanding membuat kesepakatan yang menyenangkan berbagai pihak dalam keluarga.

4. Masalah baik sepele maupun berat ditanggapi dengan respon berlebihan

Permasalahan yang menghampiri baik itu sepele maupun berat, kamu menanggapinya dengan respon berlebihan. Tanpa menenangkan diri, lalu mencari solusi yang efektif. Sehingga lebih sering mengandalkan emosi yang menguras tenaga tanpa penyelesaian yang berarti.

Sumber dari merespon berlebihan bisa berawal dari ketidaksiapan menerima realita yang tidak sesuai keinginannya. Alasan lain yakni sebagai bentuk perlindungan diri dari ketidakmampuan dalam bersikap bijak menghadapi segala permasalahan.

Menyalahkan bahkan menuntut kebahagiaan dari sumber di luar dirinya menjadi cara aman melindungi diri dari kegagalan mengontrol emosi. Namun jika harapan yang ditorehkan pada orang lain tidak terwujud membuatnya merasakan kecemasan, stres dan ketakutan. Lambat laun kesehatan mental menjadi terganggu jika tidak segera mengubah kebiasaan merespon berlebihan.

5. Menjadi manusia toksik bagi sekitarnya

Keseharian yang penuh frustasi sebagai dampak dari unfinished business namun tidak menyadari jika dirinya butuh pertolongan baik dari profesional atau orang kepercayaan, akan membuatnya menjadi manusia toxic. Hal ini dikarenakan pikirannya penuh dengan hal negatif yang berpengaruh pada suasana hati dan perilakunya.

Manusia toxic juga berpengaruh untuk menebar toxic-nya bagi sekitar, salah satunya dilihat lebih banyak mengkritik dan komunikasi satu arah karena dirinya lebih ingin didengarkan dibanding mendengarkan. Jadi, sebelum menikah selesaikan urusan diri sendiri dan berdamai dengannya ya.

Posting Komentar

0 Komentar